Surat Cinta Untuk Asrama (Memorandum indah satu tahun di penjara suci)

Surat Cinta Untuk Asrama


Sebelum kamu baca surat ini sampai habis,percayalah kepadaku bahwa aku menulis surat ini dengan menangis
Surat ini kutujukan padamu. Dirimu yang telah memuhasabahkan diriku.
Kau tahu,orang bijak pernah berkata kepadaku. Dia berkata:
“jika kamu ingin tahu tentang sesuatu,maka tangkaplah kesan pertama yang kamu dapat dari hal itu. Tapi jangan pernah langsung simpulkan itu, karena percayalah itu hanya akan menyebabkan celaka.”
Dan orang bijak lainnya pernah berkata kepadaku.
“Perkenalan pertamamu  akan sesuatu akan menentukan rasa dirimu terhadap hal tersebut.”
Kau tahu dimana pertama kali  aku tahu dirimu?
Ya. Di pengumuman penerimaan mahasiswa bidikmisi. Disana jelas tertulis
“Mahasiswa Bidikmisi wajib memasuki asrama.”
Bagiku,memasuki dan mengarungi dunia asrama sudah bukan hal asing bagiku.
Aku,sang anak miskin dari Pulau dengan garis pantai terpanjang di Indonesia dalam produksi garam. Bayangkanlah kawan. Aku anak yang terlahir miskin ditengah kaya dan melimpahnya garam di pulauku. Seorang anak yang hanya bisa hidup dengan berprinsip “Kerja keras atau kau akan mati disini sia-sia.” .
Aku berasal dari Asam mentah garam itu sendiri. Dimana aku hidup berdasarkan pondok pesantren yang sudah mau roboh karena terlalu rapuhnya dinding dan tiang yang sudah lapuk dimakan usia. Bagiku hidup ini sudah terlalu keras. Bukan begitu,teman?
Kau tahu teman apa bekal hidupku merantau ke Nagarinya Orang Minang ini?
Uang? Baju? Telepon genggam?
Maaf aku tidak sekaya itu.
Aku hanya membawa selembar ijazah SMK,uang tabungan hasil bekerjaku selama setahun,dan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat.
Kawan. Percayalah. Aku tidak pernah tahu dimana tempat aku akan menuju dan dimana tempat aku tinggal disana. Pikiranku tidak sejauh itu. Di otak kecilku aku hanya berpikir bagaimana aku bisa merubah nasib ibu sepeninggalan ayahku dan merubah negeri ini menjadi lebih baik.
Bayangkan betapa susahnya aku kan?
Ah. Aku tidak mengeluh. Percayalah. Cukup bagiku Allah SWT tempatku bersandar dan mengadu akan derasnya peluh dan otot yang sudah mulai lesu ini.
Dan ketika aku menginjakkan diriku di tanah ini,aku selalu mengingat akan pesan dari Kyai pondokku
“Dimanapun dirimu berada. Dimanapun dirimu berpijak. Percayalah ini adalah bumi Allah SWT dan percayalah bahwa Allah akan memudahkan langkahmu. Semoga dirimu selalu dalam lindungan-Nya.”
Ketika aku memasuki asrama ini,aku sudah terbiasa akan keadaan ini. Dimana aku sudah terbiasa akan dibangunkan dengan cara keras. Pak Kyaiku sendiri saja sering  menyiramiku dengan air.
Dan disini aku belajar kesolidan yang tidak pernah kutemui selama diriku berada di asrama. Yaitu bagaimana gema takbir anak asrama yang khas seakan kami merasa sebagai umat pilihan yang selalu memuliakan Allah dimanapun dan bagaimanapun kegiatan kita. Percayalah kawan itu sangat nikmat. Dan di tempat ini aku belajar akan satu hal
“Ukhuwah itu indah. Asal kitanya ikhlas.” Dan itu benar adanya.
Kau tau teman? Anak rantau itu tidak enak. Bagaimana saat teman asrama pulang kembail dari perantauannya,diriku hanya terpaku disini. Di negeri orang ini. Bagaimana aku selalu ingat aku selalu berlari diantara tambak garam,menonton karapan sapi yang selalu aku nantikan,dan alunan musik “Tanduk Majeng” yang selalu mengalun ditelingaku tanpa henti. Aku ingat semua tentang dirinya. Tentang Madura. Tentang cerita,cinta,dan rasa.
Tapi  tahukah kawan? Asrama tidak hanya sebatas kamu melepas lelah setelah semua kegilaan atas kampus ini saja. Ini bukan hanya sebagai tempat pengisi daya telepon genggam mahal yang kalian punya. Ini adalah bengkel.
Apa yang ada dipikiran kawan saat aku menyebut bengkel? Kotor,kumuh,dan sebagainya.
Tapi tidak. Bukan itu yang kumaksud.
Tempat ini adalah tempat dimana aku bisa membuktikan ucapan nenekku bahwa bengkel hati benar-benar ada. Dimana dirimu benar-benar butuh akan asupan rohaniah. Asrama itu akan membaginya kepadamu.
Kawan,tahukah kamu akan liqo’?
Itulah yang aku maksud. Itulah bengkel itu.
Tempat dimana aku bisa menyaring segala hal buruk diluar sana.
Dan di asrama aku bertemu dengan orang bijak ketiga. Dia berkata
“Sebaik baik tempat kembali adalah rumah yang nyaman akan dirimu. Akan jiwamu. Akan hatimu.”
Dan kutemukan itu disini. Tempat aku belajar memuhasabahkan diri. Tempat diriku menjadi pribadi yang lebih baik. Tempat dimana kutemukan sebagian diriku yang hilang.
Sebuah tempat yang sempurna.
Surat ini kutujukan kepadamu. Kau tahu makna surat cinta kan kawan? Agar penerimanya merasa jatuh cinta terhadap pengirimnya.
Memang aku tidak pandai dalam bersajak. Tapi aku tahu akan rasa cinta ini.
Terimakasih atas setahun perjalanan ini. Terimakasih telah menemani. Terimakasih telah menjadi bagian terindah di hidupku. Dan ku berjanji dirimu adalah tempat terbaik bagiku untuk kembali.
Setelah aku membangun negeri ini. Setelah aku meraih mimpi ini.
Dariku. Anak miskin dari Pulau dengan garis pantai penghasil garam terpanjang di negeri gemah ripah loh jinawi ini.
Olle ollang paraonah alajhereh. Olle ollang alajere ka Madhureh

Komentar

  1. bismillah.
    Menurut saya tulisannya banyak menginspirasi, dan bagus.
    Terima kasih, semoga dimudahkan. Barakallahu fiik.

    BalasHapus
  2. aku bingung berkata apa, tapi mengandung bawang

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Garam di Kuah Rendang

Bahkan Bidadaripun Membalas Suratku