Si Garam di Kuah Rendang
Si
Garam di Kuah Rendang
Alkisah,ada
seorang anak yang miskin. Sangat miskin. Setiap hari dia harus tidur beralaskan
tikar dan berbantalkan langit-langit masjid. Dindingnya memang terbuat dari
beton. Dan disitulah paku-paku tajam menancap di dinding tersebut menempel
secercah harapan dan mimpi. Sesekali ia tersenyum penuh arti walau sering kali
ditegur oleh jamaah lain bahkan sampai dibilang gila karena tingkahnya. Tapi
dia tetap saja tersenyum penuh arti.
Kamu
mau tau apa isi kertas itu sehingga anak lugu itu tersenyum penuh arti?
Ya.
Tulisan itu bertuliskan “Mutiara bangsa ini berhak mengenyam pendidikan. Jika
ada seseorang yang rela memberikan hal kecil itu,biarkan aku yang akan
memberikannya.”
Kau
tau siapa mutiara bangsa ini? Ya itu kalian dan sebagian besar anak negeri ini
yang kurang beruntung seperti kalian. Kalian yang telah benar-benar menjadi
mutiara dan sebagian yang masih karam di pelosok desa sana dengan beragam
masalah dan rintangan.
Tiba-tiba
dirinya teringat akan sesuatu
“Oh
ya nanti jam 16.00 ada pengumuman penerimaan mahasiswa SBMPTN.”
Anak
kumal itu bergegas. Diambil sepeda tuanya dan dikayuh menuju warung internet
(warnet) terdekat yang berjarak 4 kilometer dari rumahnya.
Sesampainya
disana dia bertemu dengan teman SMP nya. Mereka juga sama menunggu pengumuman
yang sama. Ketika ditanya jurusannya dia dengan pede menjawab “Sastra Inggris
Universitas Airlangga.”
Anak
itu tau dia sangat rajin di kelasnya dulu dan
selama dia SMA dia juga termasuk kedalam murid teladan. Dan ketika
temannya menanyakan jurusan dirinya,dia melirik dengan sinis dan berkata “Hah kimia?”
Dia tau dia bukan dari kalangan orang yang pandai
dan jadi idola guru disekolahnya. Tapi dia yakin dengan mimpinya agar negeri
ini menjadi lebih baik lagi.
Dan
setelah menunggu sekitar 30 menit (karena dapat info kalau servernya sedang
down karena banyak yang akses) akhirnya
keluar pengumumannya. Seketika dia sujud syukur di dalam warnet (bayangkan di
warnet dengan disaksikan banyak orang)
Seketika
dia menghamburkan diri pada neneknya sembil
berkata
“Nek,aku
lulus.”
Neneknya
yang hanya lulusan SD dan bekerja sebagai pedagang kaki lima di alun-alun
berkata dengan lembut
“Lulus
apa cu?”
“Aku
lulus kuliah jurusan kimia nek. Aku bakal jadi mahasiswa. Aku bakal jadi
sarjana.”
Nenek
hanya menatap sendu. Entah itu bahagia atau sedih. Tidak bisa dideskripsikan.
Dia langsung mengelus kepalanya sambil berkata
“Cu,nenek
tidak punya uang. Memang kamu mau kuliah dimana? Dan bagaimana nenek bisa bayar
uang kuliahmu?”
Dia
sudah tau kalau neneknya pasti bertanya seperti itu.
“Tenang
nek. Aku dah daftar beasiswa. Aku kuliah di Universitas Andalas nek. Insyaallah
untuk kebutuhan hidupku bisa ditanggung disana. Yang penting doa dari nenek
saja.”
Neneknya
menatap haru dan memeluk cucu laki-lakinya yang selalu menemani hidupnya itu.
Setelah
bersiap-siap dan packing sederhana,dia berangkat dengan uang seadanya dan mimpi
setinggi-tingginya. Pada hari pertama dia berangkat menaiki bis ke Terminal
Purabaya. Setelahnya sampai disana,dia mencari masjid terdekat dengan Stasiun
Pasarturi dan memilih untuk tidur karena jam berangkat keretanya masih lama.
Setelah kereta sudah berangkat,dia bersalaman dengan keluarga kecilnya dan
menuju kota terbesar di Indonesia,Jakarta. Bukan untuk mengadu nasib dan tujuan
kuliahnya disitu tetapi menghitung tabungannya selama ini dan uang yang
terkumpul tidak mencukupi untuk berangkat langsung dari Jawa Timur ke Sumatera
Barat.
8
jam perjalanan itu berlangsung. Selama perjalanan dia sebangku dengan anak
jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Surabaya.
“Mau
kemana dek?”
“Mau
ke padang kak?”
“Kok
jauh banget dek?”
“Mau
kuliah kak.”
“Jauh
banget. Jurusan apa?”
“Kimia
kak.”
“kalau
cuman ambil kimia kenapa musti jauh-jauh?”
Dengan
lantang dia menjawab sambil tersenyum
“Saya
ingin merantau dan memperbaiki negeri ini kak.”
Kakak
itu terkagum-kagum. Dan berkata kepada anak itu
“Semoga
mimpimu dijabah Allah SWT.”
Dan
setelah sampai di stasiun,masih ada tenggat satu hari untuk menaiki pesawat
agar sampai ke Padang,dia memutuskan untuk menginap di Bandara Halim
PerdanaKusuma. Hidup anak itu sangat merana. Seperti seseorang yang tidak
terurus. Kurus. Kering.
Dan
setelah waktunya,dia berangkat ke Padang dan akhirnya tiba di Universitas
Andalas.
Tahukah
kalian? Jika tidak ada rasa ikhlas,perjalanan seberat dan sejauh itu akan
terasa sia-sia. Dan tanpa adanya pengorbanan,mungkin dia tidak akan pernah
sampai ke Padang demi mimpinya. Layaknya Garam pada Rendang. Dia memiliki mimpi
yang begitu besar demi negeri ini. Dia hanyalah anak biasa,dari keluarga tidak
mampu,untuk mendapatkan makan harus bekerja dulu,dan satu-satunya anak dari sekolahnya yang lolos ke jenjang
Perguruan Tinggi ini. Sebenarnya jika dia memilih untuk kerja,mungkin dia sudah
mendapatkan uang yang banyak karena dia berasal dari SMK Farmasi. Tapi dia
lebih memilih untuk memikirkan bangsa ini dengan menjadi sesuatu yang sedikit
berarti untuk bangsa ini. Layaknya Garam pada masakan Rendang. Tidak terlihat
karena sudah larut dalam kuah tapi memberikan rasa dan perubahan. Siapakah dia
sebenarnya?
Dia
adalah penulis cerita ini. Seorang anak yang selalu menyebut dirinya Pelanjut
Simpai Keramat Arai dalam novel Laskar Pelangi karena dalam usia 7 bulan dia
sudah menjadi kepala keluarga karena ayahnya sudah meninggal dunia. Anak yang
selalu menyebut dirinya “Anak Garam”. Dia adalah aku,Mohammad Indar Malik
Ibrahim. Dan aku punya pertanyaan bagi kalian para mahasiswa diseluruh
Indonesia.
Pernahkah
kalian memikirkan negeri ini?
Sudahkah
mimpimu untuk membangun negeri ini lebih baik?
Sampai
berapa lama kalian akan egois akan mimpi dirimu sendiri?
belum sama sekali, hanya saja untuk diri sendiri!!
BalasHapushmm, egois memang, tapi aku akan mencoba untuk mengubahnya dan membangunnnya secara perlahan..
:)
ceritanya menginsprirasi
i am waiting for next story
Syukron Katsiron atas dukungannya. Segala kritik,saran,dan dukungan sangat terbuka dan akan kami terima. Jazakallahu khoiron katsiron.
HapusAdminIJ